loading...
Tidak ada sebuah hal yang bisa dibanggakan dari seorang Fadli Zon. Miris. Terhina. Di sebuah gerbong kereta, dicueki oleh seorang rakyat jelata yang ada di sampingnya. Yang pasti orang itu bukanlah ajudannya. Pakaiannya bukan pakaian selayaknya ajudan. Mau disebut menyamar, pun tidak lah sepertiya.
Keadaan gerbong yang sepi, dengan sosoklelaki berjaket merah dan situasi yang biasa, mempertontonkan bahwa orang ini sudah terbuang.Tidak ada yang ingin mendekat dengannya. Semua menjaga jarak. Lantas, yang lain pun terlihat menjauhi, dan tertidur pulas. Wakil rakyat yang dibuang. Apa yang sebenarnya terjadi?
Seharusnya wakil rakyat jauh lebih bisa dekat dengan rakyat ketimbang Presiden. Setidaknya, wakil rakyat itu adalah suara rakyat, sedangkan presiden adalah suara yang mewakili pemerintahan yang mengatur rakyat. Itu berlaku di banyak negara.
Salah satunya di Amerika. DPR menjadi tempat suara rakyat yang seringkali berseberangan dengan presiden Trump yang gak jelas dan mirip Prabwo itu. Di Amerika, DPR yang dinamakan house of representative, benar-benar mewakili suara rakyat yang ada di sana.
Memang tidak bisa kita lepaskan dari pro dan kontra mengenai keberpihakan para wakilnya yang ada di DPR sana. Tapi setidaknya, mereka secara mayoritas, mendukung suara rakyat dan menyuarakan suara banyak rakyat.
Di negara-negara lain, justru rakyat berharap kepada house of people’s representative, assembly at regional, provisional people’s consultative assembly (MPR), dan faction of people’s representative (Fraksi DPR). Mereka ini dijadikan satu tempat untuk mewakili suara rakyat.
Di negara-negara lain, pemerintah seringkali berseberangan dengan DPR. Presiden mewakili pemerintah, sedang DPR mewakili rakyat.
Tapi berbeda di Indonesia. Memang secara pandangan mata, pemerintah dan DPR seringkali berseberangan. Tapi berseberangan dalam keberpihakan yang berbeda jauh dengan negara-negara lain.
Presiden justru merupakan perwakilan rakyat, Sedangkan DPR itu perwakilan segelintir oposisi yang ingin Indonesia hancur. Lihat saja Gerindra. Mereka pura-pura kaget melihat bagaimana kotak suara KPU dibuat dari karton yang disebut-sebut sebagai kardus.
Konotasi kardus memang jelek, apalagi setelah digunakan oleh Andi Arief, mantan aktivis 98 yang pernah ditangkap, diinterogasi, dan dipulangkan oleh polisi era Orde Baru, yang malah sekarang mendukung orang yang ada di balik orde baru itu.
Konotasi kardus memang jelek. Dan mereka pandai menggunakan konotasi itu, agar memang kesan jeleknya semakin berasa. Kan dungu? Padahal penggunaan bahan karton itu adalah sebuah kesepakatan yang disetujui semua pihak.
Lantas kenapa Gerindra sok ternganga, sok melongo, dan melotot matanya seperti mata Fadli Zon ketika bahan kotak suara KPU adalah karton? Mau lapor Bawaslu? Mau minta dibela Bawaslu? Ini adalah kedunguan yang hakiki.
Maka, melihat aksi ini, tidak heran ketika ada sebuah fenomena bahwa wakil rakyat di Indonesia itu seolah dibuang oleh rakyat. Menjadi sampah masyarakat. Ketika perwakilan rakyat menjadi sampah masyarakat, apa lagi fungsi dari DPR?
Tapi mau bagaimanapun juga, DPR adalah amanat Undang-undang. Yang perlu kita pikirkan, adalah bagaimana kita bikin keadaan di aman ada perombakan besar-besaran untuk mengocok, mengaduk, mengayak, menyaring dan mensirnakan para pemegang kepentingan.
Politik itu hitam. Tapi tidak sehitam sekarang setidaknya. Esensi licik dari politik itu sebenarnya ada, tapi tidak semuanya licik. Setidaknya ada setengah kebenaran yang ada. Tapi melihat dari kehadiran mereka di rapat-rapat tertentu yang tidak sampai 50 persen, bahkan 30 persen, membuat kita semua bertanya-tanya. Ini Indonesia atau I Do Insane?
Harus ada pembersihan total. Pemurnian total. Sehingga ada kader-kader bagus yang masuk. Kader bagus dalam melakukan hal kotor, juga hal bersih. Dalam hal ini, penulis ada satu ide yang cukup menarik.
PDI-P, PSI, Hanura, Nasdem, PKPI, Golkar, PKB, PPP, dan Perindo yang nanti akan menguasai DPR. Mereka harus bagi tugas. Ada yang main kotor dan ada yang main bersih, agar tidak jelek-jelek amat gitu. Semua kalau baik-baik saja, ya gak bagus juga dong?
Nanti ada yang berperan menjadi good guy seperti PDI-P,Nasdem, Golkar, PPP dan PKB. Sedangkan yang lain berlagak menjadi jahat. Yang pasti mereka tidak dibuang, seperti Fadli Zon.
Begitulah buang-buang.
0 Response to "Fadli Zon, Wakil Rakyat, Cowok Gerindra yang Dibuang Rakyat"
Posting Komentar