Pratu Randi, Rela Mati Untuk Masa Depan Bangsa, Tanpa Kata, Dengan Kerja

loading...





Adalah Pratu Randi, seorang prajurit TNI yang mengorbankan keselamatannya untuk keselamatan murid TK dan PAUD di dalam tank yang terperosok di Sungai Bogowonto. Jiwa yang lebih luas dari raga, membuatnya menjadi seorang yang bisa sebegitunya memberi diri untuk bangsa ini. Tanpa kata, dengan kerja.

Tanpa harus berkata-kata “Saya siap mati untuk bangsa ini!”, dia melakukannya. Rela mati untuk bangsa dan negara, tidak perlu dikatakan seperti Prabowo. Paradoks ini harus tetap dijaga. Orang yang semakin rendah hati, tidak pernah menganggap diri rendah hati. Membela bangsa dan negara ini, tidak perlu dengan kata-kata. Pratu Randi berhasil dalam hidup, sedangkan Prabowo?


“Dia (Pratu Randi) mengalami kelelahan menyelamatkan anak-anak supaya tidak terbawa arus. Tapi pada akhirnya dia sendiri juga terbawa arus,” kata Kadispenad TNI AD Brigjen Alfret Denny Tuejeh dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu.

Selain Pratu Randi, korban meninggal dunia adalah Ny Iswandari, ketua Yayasan TK Ananda karena terbawa arus. Secara kronologi, satu unit M113 TNI AD tenggelam di Sungai Bogowonto. Kendaraan tempur tersebut memang dipakai untuk mengangkut siswa PAUD dalam rangka outbound.

Kendaraan tank ini adalah kendaraan pengangkut personel yang dikenal dengan nama umum armored personnel carrier alias APC. Kendaraan anti peluru ini memang sengaja digunakan untuk membawa banyak personel, dari satu tempat ke tempat lainnya.

Para siswa siswi TK Masitoh, Siwi, PAUD Lestari dan PAUD Handayani, diajak untuk mengenal militer sejak kecil. Dalam pengalaman saya di kehidupan sekolah, saya pun pernah mengikuti pelatihan militer. Rasanya setiap sekolah punya agenda ini. Sewaktu saya SMA, saya ikut pelatihan yang dilakukan oleh Marinir di Bogor.

Pelatihan yang diadadakan 4 hari 3 malam ini benar-benar menguras fisik dan seterusnya. Namun saya yakin untuk anak-anak TK dan PAUD, mereka hanya diperkenalkan dan mendapatkan pengalaman seru dari menaiki kendaraan tank dan sebagainya.

Para siswa siswi diperkenalkan lintasan HR Yonif 412. Lalu diajak ke garasi tank dan dikenalkan dengan tank M113. Mereka diajak naik kendaraan tempur ke Sungai Bogowonto dengan menggunakan tiga unit tank, yang masing-masing diisi oleh 20 murid.

Putaran pertama berjalan lancar, tiga tank bisa berjalan dengan baik. Namun pada putaran kedua, satu tank tergelincir, dan tenggelam. 5 personel TNI, 17 penumpang, ada di dalam tank nahas tersebut..

Akhirnya semua yang ada di lokasi bergegas menolong. Luar biasanya, seluruh murid TK selamat. Perjuangan prajurit TNI berhasil. Dapat dibayangkan betapa tegangnya momen penyelamatan 16 PAUD dan 1 orang dewasa oleh 5 personel TNI. Tentu perjuangan ini menjadi sebuah momen heroik yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Momen-momen penyelamatan TNI tentu akan lebih real dan lebih nyata ketimbang permainan sepak bola, ketika seorang kiper menyelamatkan gawangnya dari bobolan musuh.

Para tentara menyelamatkan para peserta didik yang masih muda, seolah tak berdaya ini, dengan sepenuh jiwa dan raga. Jiwa ketentaraan mereka diuji sampai titik darah penghabisan. Kartika Eka Paksi, benar-benar dijalankan. Gagah perkasa tanpa tanding, untuk keluhuran nusa bangsa dijalankan.

Akhirnya Pratu Randi, salah seorang prajurit sebagai penyelamat generasi muda, harus kehabisan tenaga dan terseret arus. Satu lagi korban adalah kepala PAUD pendamping siswa, Iswandari. Ini yang saya sebut dengan pengorbanan.


Pengorbanan yang dilakukan oleh TNI AD, para prajurit TNI yang sampai tercabut nyawanya, menjadi sebuah teladan yang seharusnya dipelajari oleh Prabowo. Bagi saya, ketika mendengar kesaksian dari Agum Gumelar mengenai Prabowo, saya melihat bahwa mantan capres yang akan selamanya jadi capres ini adalah sosok pengecut.

Ia tidak benar-benar rela mati untuk bangsa dan negaranya. Sebaiknya sebelum berkata “saya siap mati untuk bangsa ini”, Prabowo harus belajar dari sosok Pratu Randi, prajurit yang meregang nyawa dalam menyelamatkan generasi muda bangsa Indonesia.

Kita percaya, masih banyak Pratu Randi yang lain, bergerak dalam senyap, tidak perlu terkenal, sampai ketika malaikat memanggilnya. Orang besar, ketika mati, suaranya terus terdengar. Apakah Prabowo bisa memiliki karakter seperti itu?

Jokowi jauh lebih memiliki jiwa kesatria ketimbang Prabowo. Jokowi memberi diri melalui kerjanya untuk bangsa dan negara ini. Sedangkan Prabowo?

Terima kasih Pratu Randi, Anda sudah membuktikan bahwa Anda rela mati untuk bangsa dan negara ini. Tanpa kata, melalui kerja.

Betul kan yang saya katakan?


0 Response to "Pratu Randi, Rela Mati Untuk Masa Depan Bangsa, Tanpa Kata, Dengan Kerja"

Posting Komentar