loading...
Ahok-Buni Yani. ©2016 Merdeka.com
Merdeka.com - Upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan terpidana kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama, sudah dibuka untuk disidangkan pertama kalinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Senin (26/2) kemarin. Namun Ahok, sapaan Basuki, tak tampak hadir hanya diwakili pengacaranya.
Sebanyak 156 lembar memori PK yang dimohonkan Ahok telah diserahkan. Dalam berkas memori PK itu turut dijelaskan alasan Ahok mengajukan PK. Salah satunya putusan Buni Yani, dan menilai banyak kekhilafan hakim pada pengadilan sebelumnya di mana hampir semua pertimbangan yang sudah dibeberkan oleh pihaknya tak sesuai dengan fakta persidangan saat itu.
"Ada beberapa alasan PK, antara lain adalah kasus Buni Yani, memang kami masukkan itu sebagai salah satu dasar kami. Jadi di pasal 263 disebutkan ada 3 alasan untuk sampaikan PK. Lalu ada beberapa hal di dalamnya yang tidak sesuai atau kontradiktif dengan apa yang disampaikan oleh majelis hakim dalam pertimbangannya dalam putusan yang tidak sesuai," kata Kuasa hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur, usai sidang.
"Kemudian tidak pernah dipertimbangkan juga contohnya ahli dari pihak Ahok itu tidak dipertimbangkan sama sekali oleh majelis hakim, itu salah satu alasan kekeliruan yang nyata. Di samping itu masih banyak. Ada sekitar 6-7 poin," sambung Josefina.
Memori PK segera diserahkan untuk dibahas dan dipertimbangkan hakim Mahkamah Agung (MA) setelah dinyatakan lengkap dan bukti formil memenuhi syarat.
Banyak pihak yang menunggu putusan hakim MA. Lalu bagaimana prediksi akhirnya?
Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir, menilai keputusan akhir dari PK yang diajukan Ahok memang mutlak di tangan hakim MA. Namun jika melihat dari ilmu hukum, PK itu diyakininya tidak mungkin diterima.
"Secara ilmiah ilmu hukum, itu enggak mungkin bisa diterima. Tapi kalau logika hakim dibolak-balik lalu tiba-tiba diterima dan bebas, itu yang masalah. Bahayanya itu. Jadi sekarang ini kita lihat, apa hakim bersikap ilmiah, independen atau tidak. Sebab kalau diterima pertimbangan ilmiahnnya apa karena secara logika itu enggak bisa diterima," kata Mudazkir saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (27/2).
Apalagi, katanya, yang menjadi dasar pengajuan PK adalah putusan Buni Yani. Buni Yani divonis 1 tahun 6 bulan penjara karena dinyatakan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar UU ITE. Buni Yani dinyatakan terbukti mengubah video Ahok yang mengutip Surah Al Maidah Ayat 51.
"Kalau itu (putusan Buni Yani) dijadikan novum, jelas itu enggak ada hubungannya. Hubungannya apa. Kalau perkara Buni Yani itu karena dia mendownload dan bukan Buni Yani saja sebenarnya ada sebelumnya dan berikutnya yang lain. Jadi pengadilan yang berjalan pada Ahok tidak ada kaitannya dengan Buni Yani. Tapi murni tentang pidato yang dia sampaikan yang diunggah Pemprov DKI. Jadi murni kasus itu berdiri sendiri tak ada hubungan dengan Buni Yani," jelasnya.
"Jadi sangat tidak relevan dihubungkan. Dan di pangdialan enggak ada satu pun yang membandingkan tindakan Ahok dengan tindakan buni yani. Tapi ini murni atas pernyataan aslinya," sambung dia.
Selain itu, jika salah satu dasar PK adalah putusan Buni Yani, maaka akan membingunkan lagi karena kasus itu sendiri belum in kracht. "Buni Yani kan masih banding, dan bisa saja nanti bebas atau sebaliknya bersalah. Jadi ada apa dengan PK ini," katanya.
Terkait penilaian bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan sebelumnya, Mudzakir malah mempertanyakan langkah hukum Ahok yang tiba-tiba mengajukan PK. Sebab sebelumnya Ahok tak pernah mengajukan banding. Padahal, katanya, banding merupakan proses hukum saat terdakwa menilai ada yang keliru atau khilaf dari putusan hakim.
"Kalau khilaf semestinya dia kan keberatan dan mengajukan banding karena ada unsur kekhilafan. Tapi ini tidak banding. Tidak kasasi juga. Artinya secara logika hukum adalah Ahok menerima apa adanya. Kalau kemudian dia terima dan sekarang komplain karena ada keliru dan khilaf, di mana letaknya? Itu enggak logis. Kecuali memang benar-benar dia ada bukti baru," katanya.
"Karena ini enggak lumrah, kalau dia tidak terima putusan hakim harusnya banding supaya diuji di tingkat pengadilan tinggu. Lalu kalau hasil pengadilan tinggi tidak memuaskan lagi ajukan kasasi. Kalau tidak puas juga, baru PK ke MA, itupun kalau ada novum yang bisa dimasukkan sebagai pertimbangan yang membuat putusan itu menjadi berbeda," jelasnya.
Mudzakir berharap hakim MA dapat benar-benar memutus PK Ahok dengan sebaik mungkin. Juga hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang sedang memproses banding Buni Yani.
"Ini ujian untuk independensi hakim MA. Dan taruhan hakim PT Jabar dalam proses penegakan hukum," tegas dia.
0 Response to "Bisakah putusan Buni Yani jadi landasan PK Ahok ke MA?"
Posting Komentar