loading...
Bangun jalan tol untuk apa? Kami tidak makan infrastruktur. Kami tidak makan beton. Itulah teriakan para ‘kampret’ ketika melihat Presiden Jokowi ngotot membangun jalan tol untuk menyambungkan satu daerah ke daerah lain tanpa terputus.
Mereka menganggap bahwa pembangunan jalan tol itu hanyalah sebuah pemborosan anggaran saja. Apalagi jalan tol tersebut dibangun di daerah yang sepi. Jika memandang kondisi saat ini, apa yang diteriakkan oleh para ‘kampretos’ tersebut memang benar. Untuk apa kita bangun tol di tempat sepi? Bukankah itu akan menggerus keuangan negara? Apalagi kalau bangun tol tersebut dari dana hutang sungguh akan memberatkan. Dan itulah yang ada di pikiran para ‘kampretos’ tersebut.
Membangun infrastruktur bukanlah hanya untuk sekarang ini. Membangun infrastruktur terutama jalan bukan hanya untuk digunakan saat ini saja. Tapi untuk masa depan. Sepuluh mungkin sampai dua puluh tahun yang akan datang. Di mana akan dinikmati oleh anak-cucu kita. Tetapi di pikiran ‘kampretos’ mereka hanya berpikir untuk saat ini saja. Tidak memandang jauh ke depan. Tidak seperti yang di pikirkan oleh Presiden Jokowi. Maka jangan heran kalau pikiran mereka ketinggalan jauh dari Presiden Jokowi.
Membangun infrastruktur di daerah-daerah yang penduduknya jarang sepertinya tidak berguna. Tetapi apakah kita memikirkan ketika infrastruktur tersebut sudah terbangun. Jalan-jalan sudah lancar. Apakah daerah yang dikatakan sepi itu nantinya tidak akan ramai? Apakah tidak ada yang akan membangun rumah penduduk, pabrik, atau industri di daerah tersebut?
Bagaimana mungkin ada yang mau bangun industri, pabrik atau perumahan jika infrastrukturnya saja tidak ada? Siapa yang mau bangun industri atau pabrik kalau hasilnya nanti tidak bisa didistribusikan? Tidak bisa dipasarkan? Hanya orang gila yang mau bangun pabrik atau industri di daerah yang tidak ada infrastruktur yang mendukungnya.
Ketika infrastruktur sudah tersedia. Daerah-daerah yang katanya sepi itu suatu saat akan ramai. Pabrik-pabrik akan dibangun dan industri akan maju. Karena hasil produk mereka akan lancar didistribusikan ke mana saja dengan gampang.
Jadi ketika saya membaca cuitan Ferdinand Hutahaean yang mengkritik pembangunan tol Jokowi, saya sangat sedih. Bukan sedih karena dirinya telah menghina Jokowi. Bukan. Tetapi saya sedih kenapa ada manusia yang pikirannya begitu cetek. Begitu dangkal. Yang hanya memandang manfaat untuk saat ini saja dan tidak memandang jauh ke depan. Semuanya dianggap hanya berlaku sekarang ini saja. Jika tidak bermanfaat untuk sekarang ini maka tidak perlu dibangun. Dan betapa akan celakanya pikiran seperti ini ketika suatu saat nanti infrastruktur sudah sangat diperlukan tetapi belum juga dibangun.
“Orang waras melihat tumpukan beton jalan tol yang dibangun dengan utang ugal2an itu sebagai bom waktu siap meledak dan menghancurkan ekonomi. Jalanan sepi koq dibangun tol? Logikanya dr mana itu? Apa yg akan terjadi jika pendapatan harian tol itu tak mampu biayain operasionalnya?” begitu cuitan Ferdinand di akun Twitternya.
Logika Ferdinand sangat cetek. Dia pikir hidup hanya untuk saat ini saja. Tidak memikirkan masa yang akan datang. Inilah tipe politisi karbitan yang hanya ingin populer tanpa memikirkan dampak dari kicauannya.
Dahlan Iskan mantan pemilik koran nasional terbesar di Indonesia, Jawa Pos pernah menceritakan perjalanannya ke Museum Dwight Eisenhower. Presiden Amerika Serikat ke-34. Ketika melewati jalan bebas hambatan Insterstate-70 yang panjangnya sekitar 3.460 KM siapakah yang membangun jalan bebas hambatan tersebut? Apakah Presiden Amerika sekarang? Tidak. Jalan tersebut dibangun oleh Presiden Dwight Eisenhower pada tahun 1956.
Apakah hanya jalan tersebut yang dibangun oleh Dwight Eisenhower? Tidak! Bahkan dia membangun interstate-interstate lainnya hingga seluruhnya mencapai 45.000 Km. Membentang dari timur ke barat dari utara ke selatan. Apakah saat itu Amerika punya uang untuk membangunnya? Tidak! Tapi Eisenhower yakin mampu melaksanakannya. Karena ia yakin itulah titik awal kemajuan Amerika.
Apakah ketika Eisenhower membangun jalan bebas hambatan itu Amerika sudah semaju ini? Sudah seramai ini? Sekali lagi tidak! Sebagian besar wilayah yang dilewatinya itu masih kosong. Padang praire. Tidak ada mobil. Tapi tetap saja dibangun. Dengan standar dan kualitas yang sama.
Tapi lihat sekarang, jalan yang dibangun oleh Eisenhower tersebut tidak lagi melalui padang praire. Tidak lagi kosong melompong tidak dilalui mobil. Dan itulah pemikiran panjang dari Presiden Amerika Dwight Eisenhower. Dan saya tidak bisa membayangkan kalau saat itu Eisenhower tidak membangun jalan tersebut dengan alasan tidak ada mobil yang lewat. Daerah praire. Tidak ada manusianya yang tinggal di sana. Apa jadinya Amerika saat ini? Bisa kalian bayangkan?
Jadi, kritikan Ferdinand itu saya kira sangat picik sekali. Hanya memandang saat ini saja, tanpa memandang masa yang akan datang.
Bangun jalan tol untuk apa? Kami tidak makan infrastruktur. Kami tidak makan beton. Itulah teriakan para ‘kampret’ ketika melihat Presiden Jokowi ngotot membangun jalan tol untuk menyambungkan satu daerah ke daerah lain tanpa terputus.
Mereka menganggap bahwa pembangunan jalan tol itu hanyalah sebuah pemborosan anggaran saja. Apalagi jalan tol tersebut dibangun di daerah yang sepi. Jika memandang kondisi saat ini, apa yang diteriakkan oleh para ‘kampretos’ tersebut memang benar. Untuk apa kita bangun tol di tempat sepi? Bukankah itu akan menggerus keuangan negara? Apalagi kalau bangun tol tersebut dari dana hutang sungguh akan memberatkan. Dan itulah yang ada di pikiran para ‘kampretos’ tersebut.
Membangun infrastruktur bukanlah hanya untuk sekarang ini. Membangun infrastruktur terutama jalan bukan hanya untuk digunakan saat ini saja. Tapi untuk masa depan. Sepuluh mungkin sampai dua puluh tahun yang akan datang. Di mana akan dinikmati oleh anak-cucu kita. Tetapi di pikiran ‘kampretos’ mereka hanya berpikir untuk saat ini saja. Tidak memandang jauh ke depan. Tidak seperti yang di pikirkan oleh Presiden Jokowi. Maka jangan heran kalau pikiran mereka ketinggalan jauh dari Presiden Jokowi.
Membangun infrastruktur di daerah-daerah yang penduduknya jarang sepertinya tidak berguna. Tetapi apakah kita memikirkan ketika infrastruktur tersebut sudah terbangun. Jalan-jalan sudah lancar. Apakah daerah yang dikatakan sepi itu nantinya tidak akan ramai? Apakah tidak ada yang akan membangun rumah penduduk, pabrik, atau industri di daerah tersebut?
Bagaimana mungkin ada yang mau bangun industri, pabrik atau perumahan jika infrastrukturnya saja tidak ada? Siapa yang mau bangun industri atau pabrik kalau hasilnya nanti tidak bisa didistribusikan? Tidak bisa dipasarkan? Hanya orang gila yang mau bangun pabrik atau industri di daerah yang tidak ada infrastruktur yang mendukungnya.
Ketika infrastruktur sudah tersedia. Daerah-daerah yang katanya sepi itu suatu saat akan ramai. Pabrik-pabrik akan dibangun dan industri akan maju. Karena hasil produk mereka akan lancar didistribusikan ke mana saja dengan gampang.
Jadi ketika saya membaca cuitan Ferdinand Hutahaean yang mengkritik pembangunan tol Jokowi, saya sangat sedih. Bukan sedih karena dirinya telah menghina Jokowi. Bukan. Tetapi saya sedih kenapa ada manusia yang pikirannya begitu cetek. Begitu dangkal. Yang hanya memandang manfaat untuk saat ini saja dan tidak memandang jauh ke depan. Semuanya dianggap hanya berlaku sekarang ini saja. Jika tidak bermanfaat untuk sekarang ini maka tidak perlu dibangun. Dan betapa akan celakanya pikiran seperti ini ketika suatu saat nanti infrastruktur sudah sangat diperlukan tetapi belum juga dibangun.
“Orang waras melihat tumpukan beton jalan tol yang dibangun dengan utang ugal2an itu sebagai bom waktu siap meledak dan menghancurkan ekonomi. Jalanan sepi koq dibangun tol? Logikanya dr mana itu? Apa yg akan terjadi jika pendapatan harian tol itu tak mampu biayain operasionalnya?” begitu cuitan Ferdinand di akun Twitternya.
Logika Ferdinand sangat cetek. Dia pikir hidup hanya untuk saat ini saja. Tidak memikirkan masa yang akan datang. Inilah tipe politisi karbitan yang hanya ingin populer tanpa memikirkan dampak dari kicauannya.
Dahlan Iskan mantan pemilik koran nasional terbesar di Indonesia, Jawa Pos pernah menceritakan perjalanannya ke Museum Dwight Eisenhower. Presiden Amerika Serikat ke-34. Ketika melewati jalan bebas hambatan Insterstate-70 yang panjangnya sekitar 3.460 KM siapakah yang membangun jalan bebas hambatan tersebut? Apakah Presiden Amerika sekarang? Tidak. Jalan tersebut dibangun oleh Presiden Dwight Eisenhower pada tahun 1956.
Apakah hanya jalan tersebut yang dibangun oleh Dwight Eisenhower? Tidak! Bahkan dia membangun interstate-interstate lainnya hingga seluruhnya mencapai 45.000 Km. Membentang dari timur ke barat dari utara ke selatan. Apakah saat itu Amerika punya uang untuk membangunnya? Tidak! Tapi Eisenhower yakin mampu melaksanakannya. Karena ia yakin itulah titik awal kemajuan Amerika.
Apakah ketika Eisenhower membangun jalan bebas hambatan itu Amerika sudah semaju ini? Sudah seramai ini? Sekali lagi tidak! Sebagian besar wilayah yang dilewatinya itu masih kosong. Padang praire. Tidak ada mobil. Tapi tetap saja dibangun. Dengan standar dan kualitas yang sama.
Tapi lihat sekarang, jalan yang dibangun oleh Eisenhower tersebut tidak lagi melalui padang praire. Tidak lagi kosong melompong tidak dilalui mobil. Dan itulah pemikiran panjang dari Presiden Amerika Dwight Eisenhower. Dan saya tidak bisa membayangkan kalau saat itu Eisenhower tidak membangun jalan tersebut dengan alasan tidak ada mobil yang lewat. Daerah praire. Tidak ada manusianya yang tinggal di sana. Apa jadinya Amerika saat ini? Bisa kalian bayangkan?
Jadi, kritikan Ferdinand itu saya kira sangat picik sekali. Hanya memandang saat ini saja, tanpa memandang masa yang akan datang.
0 Response to "Ferdinand Bertanya untuk Apa Bangun Jalan Tol, Dahlan Iskan Menjawabnya dengan Telak"
Posting Komentar