loading...
Sebuah fakta mencengangkan muncul dari penggerebekan terduga kelompok teroris di wilayah RT 13 RW 05 Perumahan Puri Maharani, Masangan Wetan, Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, kemarin. Dalam penggerebakan itu tim Densus 88 menembak mati Budi Satrijo. Warga setempat yang menyatakan kalau Wikoyah, isteri alumni ITS itu, masih tercatat aktif sebagai pegawai di Kemenag Jawa Timur. Setiap pagi Budi rutin mengantarkan isterinya berangkat bekerja. Budi tinggal bersama Wikoyah isterinya di Puri Maharani sudah sekitar 10 tahun lebih. Wikoyah isteri sudah dibawa ke Polda Jatim.
Mungkin kita ini antara nggak kaget karena sudah banyak yang tahu juga bahwasannya tak sedikit PNS yang terpapar radikalisme, tapi di satu sisi juga masih tak habis pikir "kok bisa ya PNS malah ikut-ikutan seperti itu?". Mungkin akan ada yang mendebat, "lho yang ditangkap kan suaminya?". Di banyak kasus terorisme mustahil kalau pasangannya sama sekali tidak tahu ideologi dan afiliasi kelompok yang diikuti oleh suami atau isterinya. Dan pola yang terjadi sekarang ini teroris bahkan melibatkan keluarga dalam ulahnya.
Kasus pengeboman di Surabaya kemarin ini sebetulnya salah satu hikmahnya adalah kita jadi tahu bahwa banyak sekali sleeper cell pendukung terorisme yang ada di sekitar kita. Entah itu kawan atau keluarga kita sendiri melalui komentar-komentarnya hingga beberapa netizen yang ada di media sosial. Mungkin karena masyarakat geram, banyak sekali komentar-komentar muncul yang kemudian ditelisik. Dan, jangan kaget, beberapa di antara mereka adalah PNS. Salah satu contohnya ini :
Sumber : https://twitter.com/permadiaktivis/status/995921093440368640
Bayangkan tulisan status di atas. Apakah pantas seorang Pegawai Departemen Agama menyebut "baru beberapa ekor yang mati kok sudah ribut..". Apalagi kemudian membandingkan dengan korban di Palestina, Rohingya, Afghanistan, Iraq, dan sebagainya? Ini bukan tentang seberapa banyaknya korban atau di mana kejadian ini berada. Untuk kejadian di negara lain pun kita mengecam. Orang ini mungkin enak saja berkomentar karena kejadian itu tidak terjadi di sekelilingnya sendiri dan bukan dia atau keluarga serta orang-orang terdekatnya yang jadi korban. Dasarnya memang tidak punya rasa simpatik apalagi empati. Dan yang seperti ini banyaaaaaaakkkkkk (iya harus ditulis dengan banyak huruf 'a') sekali kita temui di media sosial. Secara tidak langsung pola meremehkan seperti ini bisa disebut sebagai bentuk dukungan. Baginya teror itu bukan masalah karena bukan dia dan orang-orangnya yang kena.
Ini harusnya jadi teguran keras baik untuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan-RB) hingga Badan Kepegawaian Daerah baik yang ada di tingkat Propinsi maupun Kota/Kabupaten untuk mulai bersih-bersih. Jangan lagi ada tindakan permisif dengan dalih menghormati kepercayaan orang lain. Radikalisme dan terorisme jelas bukan bentuk kepercayaan yang patut dihormati.
Tapi ibarat mencari jarum di tumpukan jerami jelas itu bukan tindakan yang mudah. Sebab kita nggak tahu seberapa banyak PNS yang sudah terpapar. Mereka ini kan sejatinya juga munafik. Mau uang, fasilitas, serta pekerjaan dari Pemerintah tapi justru mendukung upaya-upaya mengkhianati negaranya sendiri.
Salah satu yang paling bisa dilakukan adalah mengawasi media sosial para PNS (walaupun bisa jadi kemudian mereka menggunakan akun anonim), menindak tegas kalau ada yang melanggar, serta jangan pernah membiarkan ada penceramah yang ideologinya bertentangan dengan nilai toleransi dan kebangsaan berbicara dalam kajian-kajian yang dilakukan di lingkungan kantor. Sudah berulang kali kita tahu adanya institusi Pemerintah, BUMN, dan pendidikan yang mengundang para penceramah ini.
Selanjutnya memang butuh upaya lebih. Misalnya memberikan penyuluhan secara terus menerus pada PNS mulai sejak mereka masih prajab hingga dilakukan secara reguler ketika mereka mengadakan seminar maupun up-grading. Memang betul radikalisme ini sudah ada sejak lama. Puluhan tahun lalu dan selama beberapa tahun terakhir kita terlena dan sangat permisif sehingga tanpa sadar menjadi bom waktu yang sekarang harus segera kita lakukan damage control.
0 Response to "Istri Teroris Adalah PNS Departemen Agama, Masih Yakin Nggak Mau Bersih-Bersih Institusi Pemerintahan?"
Posting Komentar