Vonis 15 Tahun Setnov: Ini Salah Jokowi

loading...






Negara hukum bukan negara kekuasaan, itulah Indonesia. Secara konstitusional Indonesia sebagai negara yang dikenal dengan slogan hukum dijadikan panglima dalam bernegara pastinya memilki dampak positif, salah satunya ialah paradigma masyarakat yang apatis terhadap hukum kemudian menjadi menghargai hukum yang di berlakukan di Indonesia. Hal itu ialah hal lumrah, karena hidup dalam masyarakat rasional yang memiliki nalar berpikir sehat di sertai ketebalan moral dan etika serta basis keagamaan.

Hal tersebut tercermin pada hari sebelumnya. Mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto dalam kasus KTP-el dalam menjalankan masa pemeriksaannya di Pengadilan telah dikeluarkan putusan yang mengikat karena hakim yang mengadili perkara beliau mengeluarkan putusan bahwa pak Setnov terbukti dinyatakan bersalah dalam kasus tersebut dan di vonis hukuman penjara selama 15 tahun karena terbukti melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Tidak bisa di pungkiri ternyata Indonesia masih menghargai dan menjunjung tinggi supremasi hukum dalam bernegara, karena sebagian masyarakat sebelumnya telah memberikan stigma negatif terhadap penegakan hukum di Indonesia yang dinilai carut marut dalam hal penegakannya. Stigma tersebut muncul akibat banyaknya kasus-kasus yang dimana mata pisau hukum di Indonesia lebih tajam ke kalangan bawah yang tak memiliki superioritas dibanding kalangan atas yang memiliki segalanya dan bisa melobi-lobi apapun, bahkan sesuatu yang sakral sekalipun seperti hukum dapat di lobi dengan cara apapun asalkan memiliki superioritas kekuasaan dan materi.

Dalam kisah pilu yang menimpa Setnov atau biasa dipanggil Papa tadi kita telah mendapatkan gambaran bahwa hukum di Indonesia tidak hanya memihak kepada yang memiliki superioritas, tetapi hukum dalam hal penegakannya tidak memihak kepada siapapun karena masih menjunjung tinggi azas semua orang sama di hadapan hukum.

Dilansir dari media tempo, di saat sebelum menjelang putusan, penasihat hukum dari pak Setnov telah memprediksikan bahwa kliennya memiliki peluang untuk bebas karena dakwaan dari jaksa KPK dinilainya tak benar yang mengatakan bahwa pak Setnov melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek KTP-el. Saat sidang sebelumnya pun dalam pledoi dari pihak pak Setnov mengatakan bahwa dirinya merasa di jebak dalam kasus yang melibatkan dirinya.

Selain dari putusan vonis yang melibatkan dirinya, hak politik dari pak Setnov pun dicabut dalam jangka waktu yang boleh di katakan lama yakni lima tahun sebagai hukuman tambahan untuk beliau karena telah terbukti bersalah. Hal tersebut menambah kegelisahan beliau sebagai seorang politisi senior dari fraksi Golkar.

Adapun komentar-komentar yang di ungkapkan oleh para tokoh pesohor nasional, seperti pak Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa dari putusan yang dikeluarkan oleh hakim terhadap papa Setnov ialah hal lumrah karena kita hidup dalam negara yang menghormati proses dan hasil dari hukum yang telah di berlakukan serta menjadi konsensus sekaligus konsekuensi logis dalam bernegara. Dan semua pihak yang merasa di rugikan oleh putusan hakim tersebut harus di hormati dan tak bisa di intervensi oleh pihak manapun kecuali pihak papa Setnov melakukan upaya hukum banding.

Dari gambaran peristiwa malang yang menimpa pak Setnov diatas, kita dapat mengambil pembelajaran terutama untuk para stakeholder di negeri ini agar berhati-hati dala mengemban amanah yang telah di percayakan oleh rakyat. Wakil rakyat ialah sebagai reprsentasi untuk menganulir kehendak rakyat karena kedaulatan rakyat dalam suatu negara harus di jalankan semestinya. Kepentingan rakyat ialah hal yang paling urgent dan harus di jalankan oleh para wakil rakyat terutama di Senayan. Bukan malah menganulir kepentingan pribadi ataupun sanak famili dan kolega.

Olehnya itu, kita harus berterima kasih kepada pak Setnov karena beliau telah memberikan pembelajaran berharga untuk kita semua bahwa dalam menjalankan amanah harus benar-benar dijalankan dengan niat baik serta memikirkan kesejahteraan rakyat untuk kemaslahatan bersama. Semoga tidak ada Papa-papa yang lain dalam negara kita terutama yang memegang estafet kekuasaan dalam pemerintahan.


0 Response to "Vonis 15 Tahun Setnov: Ini Salah Jokowi"

Posting Komentar