Siapa Mau Jadi Jamaah Ustadz Kiwil?

loading...





Makin banyak saja fenomena artis yang mendadak jadi pendakwah. Salah satunya saat ini adalah Kiwil. Kiwil dikenal sebagai pelawak sejak sering menirukan gaya almarhum Kyai Haji Zainuddin MZ. Akhir-akhir ini pemberitaan mengenai Kiwil berfokus di dua hal : kemelut rumah tangga poligaminya dan sepak terjangnya bersama alumni 212.

Beberapa waktu lalu beredar foto selebaran acara tabligh akbar yang di situ ditulis penceramahnya adalah Ustadz Wildan Delta dan di bagian belakangnya ditulis keterangan dalam kurung Ustadz Kiwil. Acara itu sedianya digelar Minggu malam lalu di halaman Masjid Jami' Miftahul Huda, Dusun Ciketeng, Desa Jayanegara, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.


Tentu publik jadi terhenyak. Sejak kapan Kiwil jadi ustadz? Tak pernah rasanya kita dengar berita Kiwil menarik diri dari dunia hiburan dan kemudian memperdalam ajaran agama. Agak ragu juga kalau misalnya Ia sangat mendalami ilmu agama sebelum jadi selebritis.

Begini lho, sebutan ustadz itu bukan main-main. Seharusnya. Ustadz biasa digunakan sebagai panggilan kepada guru agama, misalnya mereka yang mengajar mengaji. Untuk level yang sudah lebih tinggi mereka umumnya disebut sebagai Kyai.

Meskipun ustadz dan kyai itu berbeda, saya rasa tidak bisa juga secara serampangan orang dianggap ustadz atau malah mengklaim dirinya sebagai ustadz. Misalnya ustadz yang mengajar mengaji. Saya pribadi bisa mengaji, beberapa kali khatam, tapi saya merasa saya sangat tidak layak untuk menjadi guru ngaji sebab pemahaman saya akan tajwid dan aturan-aturan dalam mengaji saya rasa masih sangat kurang. Sementara yang namanya guru ngaji ya buat saya harus sudah fasih sekali dengan seluk beluk Qur'an. Mengajinya tartil, paham ilmu tajwidnya, mengerti asbabun nuzul, dll. Ilmu saya sangat jauh dari situ. Kalau sekedar mengajar anak membaca huruf hijaiyah masih okelah, tapi kalau sudah untuk mengajari mengaji yang benar lebih baik serahkan urusan ke ahlinya. Ini masih sekedar soal mengajar mengaji ya.

Apalagi kalau ini hubungannya dengan dakwah alias menyampaikan ajaran Islam kepada jamaah atau siapapun yang hadir, mendengar, ataupun melihatnya. Untuk menjadi pendakwah tentu orang ini harus jelas dulu sanad keilmuannya dengan siapa, belajarnya ke siapa saja, kapan, di mana. Lah kan lucu kalau tiba-tiba, misalnya, saya naik mimbar dan memberi dakwah padahal ilmu agama saya mungkin baru sebatas dari mendengar ceramah ustadz, ngaji pun masih sekedar membaca bukan menelaah maknanya secara dalam, cari ayat dan terjemahan masih dari google, tidak punya ijazah santri, dll kemudian tiba-tiba saya menceramahi banyak orang. Aneh pasti. Ya walaupun lebih aneh lagi buat yang mendengar dan kemudian percaya begitu saja hanya karena nama saya disebut sebagai ustadz/ustadzah.


Ini memang jaman yang serba instan. Bahkan ustadz instan pun sekarang makin kerap kita temui. Beda dengan guru agama atau pendakwah jaman old yang bahkan mereka sejak kecil sudah berguru ke pesantren-pesantren yang jauh dari rumahnya termasuk pergi ke negara-negara pusat agama Islam berkembang seperti Mesir, Saudi, dll. Para pendakwah jaman oldmembaca banyak kitab, tidak hanya yang sesuai dengan pemikirannya tapi juga berlawanan, mereka mengaji yang benar-benar mengaji tak sekedar membaca, mereka berdiskusi dengan para alim ulama, mereka betul-betul tirakat dalam mencari ilmu, berpindah-pindah dari satu guru ke guru lain agar banyak ilmu yang diserap dan luas cakrawalanya. Lah ini nggak jelas prosesnya bagaimana kok tiba-tiba disebut ustadz? Yang gebleg Kiwilnya, yang mengundang, atau yang datang mendengarkan?

Saya rasa sertifikasi ulama benar-benar mulai perlu dilakukan. Bukan untuk membatasi ruang gerak penyebaran agama, sama sekali tidak. Tapi kita perlu memastikan masyarakat ini memperoleh ilmu dari saluran yang benar. Bahwa yang disampaikan pun akan benar dan tidak sesat.

Negara kita ini umumnya sangat menghormati sosok yang disebut ustadz atau kyai. Bukan rahasia umum bahkan ada yang memasang tarif dakwah tinggi, meski Alhamdulillah justru yang beneran ilmunya malah biasanya tidak pernah pasang tarif. Nah jangan sampai hal seperti ini menjadikan makin subur munculnya para pendakwah instan yang nggak jelas sanad keilmuannya.


0 Response to "Siapa Mau Jadi Jamaah Ustadz Kiwil?"

Posting Komentar