Jahatnya Mereka ke Ahok, Membuat “Film 212”, Asma Nadia “Oportunis”

loading...





Jujur saya sedih melihat realita sebagian umat muslim di Indonesia. Saya merenung, apakah model Islam seperti itu yang sesuai dengan konsep “rahmatan lil ‘alamin”? apakah model Islam seperti itu dicontohkan oleh Nabi di Mekah dan Madinah? Apa seperti itu yang dicontohkan oleh para wali songo saat menyebarkan Islam di Indonesia? Dimana empati seorang muslim ke umat beragama yang lain?

Saya rasa kasus Ahok menista agama sudah cukup sampai disini. Jangan dibahas lagi apalagi terus terusan diviralkan. Ahok sudah kalah di Pilkada. Ahok sudah dipenjara. Ahok sudah minta maaf secara terbuka. Ahok sudah melakukan apapun untuk menebus kesalahannya seperti itu. Beberapa ulama bahkan merasa trenyuh dan nelangsa melihat mereka mencaci maki dan menyiksa batin Ahok begitu kejamnya. Mereka mengaku umat Islam yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin, tapi realitanya mereka terus mengintimidasi seseorang yang sama sekali tak terbesit sebuah kebencian terhadap umat Islam.


Entah karena memang mereka benar-benar ingin memperjuangkan Islam, atau mereka yang sangat “oprtunis” sehingga mereka tanpa rasa empati, tanpa kepekaan terhadap hati orang-orang yang mungkin akan tersakiti dengan proyek ini, mereka dengan pongahnya membuat film 212 yang isinya terus menyudutkan Ahok. Seolah-olah mereka ingin mengabadikan gelar penista agama untuk Ahok. Seolah-olah mereka ingin seluruh umat Islam dan keturunannya menyematkan gelar penista agama untuk Ahok. Kejam dan sangat keji!

Pembaca bisa menonton trailer fim tersebut di https://www.youtube.com/watch?v=-Kw3lfjShuY.

Salah satu artis yang belakangan terlihat religiius terlibat dalam proyek film 212 adalah Neno Warisman. Seorang artis yang berlagak jadi ustadzah, mengaku lebih pintar dibanding Sri Mulyani serta memprovokasi ibu-ibu melalui grup WA dengan tajuk #2019gantipresiden.

Selain artis, ada juga penulis novel-novel Islami yang sedang naik daun karena karyanya menjadi bets seller dan banyak yang difilmkan, yaitu Asma Nadia. Saya tidak menyangka orang yang sudah menghasilkan karya puluhan novel Islami masih bisa berpikir sepicik itu. Asma Nadia sama sekali tidak memiliki idealisme dan cenderung oprtunis. Dia memanfaatkan momen Pilkada DKI dan aksi 212 untuk sebuah “keuntungan”. Dia dan yang terlibat di film itu pasti melihat fiml 212 pasti akan laris manis dan tentu mendatangkan keuntungan finansial yang tidak sedikit.

Tapi apakah mereka pernah berfikir bagaimana perasaan Ahok dan keluarganya jika melihat film yang sangat mendiskreditkan dirinya? Ini bukti betapa Asma Nadia dan siapapun yang terlibat di film itu tidak memiliki empati sama sekali. Mereka hanya menjadi keuntungan. Asma Nadia bahkan terang-terangan mempromosikan film itu di fanpagenya, dan menuliskan captions yang benar-benar mendiskreditkan Ahok. Berikut postingan Asma Nadia.

Film 212 The Power of Love, di Bioskop 9 Mei 2018

Mengabadikan aksi super damai dalam sebuah film epik

Mohon dishare

Aksi 212 kini menjadi kebanggaan umat Islam, tidak hanya di Indonesia, juga di dunia. Bahkan ini menjadi kebanggaan sejarah.

Bayangkan, sekitar 7 juta orang berkumpul dalam waktu bersamaan di satu tempat, tanpa menimbulkan kekerasan atau korban.

Orang bule dan turis asing dengan aman mengabadikan aksi. Umat agama lain dengan tenang, tetap berdoa di rumah ibadah mereka. Pasangan pengantin yang mengikrarkan janji suci di gereja tetap berjalan sesuai rencana. Tidak ada yang diganggu.

Bahkan yang ditanamkan pada peserta aksi, sebisa mungkin, rumput tidak diinjak, ranting pohon tidak ada yang patah.

Begitu aksi selesai, ribuan peserta menjadi relawan yang membersihkan sampah, sehingga tidak ada sisa yang menumpuk seusai aksi.

Ketika agama dinista, orang boleh saja marah, tapi umat Islam Indonesia memilih jalan damai, bahkan super damai untuk menyatakan sikapnya.

Aksi 212 membuktikan bahwa umat Islam adalah masyarakat cinta damai.

Amar ma'ruf nahi munkar bisa ditegakkan dengan semangat cinta.


Kenyataan ini jelas membatalkan stereo-type yang memojokkan Islam.

Film 212 The Power of Love mengabadikan perjuangan, semangat, dan gerakan damai umat Islam Indonesia.

Penting bagi generasi Islam, terutama remaja dan generasi muda, untuk mengingat aksi ini sebagai rujukan di masa depan.

Kini saatnya alumni 212 kembali mengenang keindahan aksi masif dengan semangat cinta ilahi.

Ini juga saatnya buat semua pendukung 212 yang tidak sempat menghadiri aksi tersebut ikut merasakan aura semangat jutaan ummat berkumpul di Monas..

Bahkan bagi umat agama lain, film ini akan mengajak kita untuk memahami semangat damai aksi 212.

Film ini hadir untuk kita semua. Menghibur dan inspiring.

Saatnya umat Islam kembali membuktikan, kita bersatu, bersama untuk mendukung prokyek kebaikan. (https://www.facebook.com/AsmaNadia.Penulis/)

Sebenarnya sah-sah saja Asma Nadia merasa bangga dengan aksi 212 dengan postingannya itu. Namun ketika menyinggung-nyinggung “agama dinista”, saya kira ini pernyataan yang sangat sensitif. Bayangkan jika Asma Nadia yang berada di posisi Ahok terus “kesalahannya” terus diumbar kemana-mana seolah tak termaafkan, bagaimana perasaan Asma Nadia?

Ahok sudah menjalani hukuman. Ahok tidak kabur dari jerat hukum seperti Rizieq. dengan penuh kesatria, Ahok mengakui kesalahan, meminta maaf secara terbuka ke umat Islam, serta menjalani hukuman dengan penuh keikhlasan. Apa salah Ahok begitu besar dan tak termaafkan sehingga Asma Nadia yang seharusnya bisa berempati, tidak ikut memprovokasi, malah terus menerus menyakiti perasaan Ahok dg membuat film 212? Dimana hati Asma Nadia? Apakah Islam mengajarkan hal seperti itu?

Saya yakin siapapun akan merasa sedih ketika kesalahannya terus diungkit-ungkit, diumbar ke publik, padahal dia sudah mengakui kesalahan, meminta maaf, dan menjalani hukuman. Saya rasa Rasulullah tidak akan sekejam itu terhadap orang yang melakukan kesalahan tapi sudah mengaku salah, meminta maaf, dan menjalani hukuman.

Ini yang saya sayangkan. Sebagai penulis novel islami, Asma Nadia seharusnya berperan menyampaikan pesan “rahmatan lil ‘alamin” yang sebenarnya. Bukan malah memanfaatkan momen Pilkada dan aksi 212 itu untuk mencari sebuah kuntungan. Saya benar-benar kecewa dengan Asma Nadia padahal saya beberapa kali pernah membaca novel-novelnya. Mudah-mudahan tulisan ini dibaca oleh Asma Nadia. Saya menuliskan artikel ini dengan hati yang terus bergetar hebat. Saya membayangkan betapa sedihnya Ahok dan keluarganya dengan adanya film 212 ini, dan itu harus dipertanggungjawabkan di akhirat oleh Asma Nadia dkk.


0 Response to "Jahatnya Mereka ke Ahok, Membuat “Film 212”, Asma Nadia “Oportunis”"

Posting Komentar