Ini Bisa Bikin Djarot-Sihar Kalah di Sumut






Saat kabar Djarot Saiful Hidayat dikabarkan bakal ikut sebagai kandidat Pemilihan Gubernur (Pilgub) di Sumatera Utara (Sumut) sontak banyak yang terkejut bercampur semangat.

Kabar gembira ini semakin dilengkapi dengan dipasangkannya Sihar Sitorus sebagai calon Wakil Gubernur Sumut.


Banyak yang berpendapat pasangan Djarot-Sihar adalah pasangan lengkap. Djarot sudah berpengalaman menjadi Kepala Daerah yaitu Walikota Blitar selama 2 periode dan Wagub serta kemudian Gubernur DKI. Djarot bahkan pernah dinobatkan sebagai salah satu dari 10 Kepala Daerah terbaik versi survey Tempo.

Sedangkan Sihar berlatar belakang profesional yang sudah mengenyam pendidikan hingga S3 dari universitas ternama di Amerika Serikat dan Inggris. Sihar juga pernah bekerja di PT. Freeport Indonesia, PT. Bursa Efek Indonesia dan menjadi tenaga ahli di kementrian PMK.

Euforia dan antusiasme masyarakat Sumut mendukung Djarot-Sihar timbul karena selama ini sudah banyak Kepala Daerah di Sumut yang tersandung masalah korupsi. Sumut juga dicap sebagai salah satu provinsi paling korup di Indonesia. Menyedihkan.

Tak pernah terpikir oleh masyarakat Sumut kalau bakal dikirimin salah satu Kepala Daerah yang terbaik.

Semangat akan perubahanlah yang membuat masyarakat Sumut seperti bangun dari tidur panjang. Mungkin kalau pasangan lain yang dikirim lain ceritanya.

Selama ini jumlah 'golput'-lah yang terbesar dalam setiap Pilkada di Sumut, mengalahkan jumlah pendukung siapapun calonnya. Bosan tak ada perubahan siapapun yang jadi pemimpin di Sumut bikin banyak orang malas berangkat ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya. Jadinya tidur atau liburan.

Namun kalau tidak disikapi dengan baik euforia ini bisa menjadi boomerang bagi pasangan Djarot-Sihar.

Terkadang sikap pendukung yang berlebihan justru mencoreng figur yang didukung. Ada juga yang mengaku-ngaku mendukung tapi sengaja bikin malu.

Salah satu contohnya adalah menonjolkan kesukuan atau golongan, seolah pasangan calon (paslon) yang didukung hanya mempedulikan suku atau golongan itu saja. Sikap yang tidak nasionalis ini beresiko menyinggung suku ataupun golongan lain yang juga mendukung paslon tersebut.
loading...
Sikap lainnya adalah mencaci atau menghina paslon lain yang menjadi pesaing. Dari pada menghina paslon lain lebih baik menonjolkan prestasi atau mengedukasi masyarakat tentang program yang ditawarkan paslon yang didukungnya. Ini lebih terhormat juga membuka hati orang.

Jaman sekarang orang gampang berbalik memberi simpati kepada pihak yang terpojok. Itu sebabnya masih banyak orang yang 'play victim' atau bersikap seolah dia menjadi korban, terdzolimi.

Ada juga sikap ugal-ugalan pendukung yang bikin orang tidak simpati dengan paslonnya.

Tidak semua masyarakat berpihak kepada paslon A atau B. Mereka berada di posisi tengah menanti dan mengamati paslon mana yang bakal dia pilih. Ingat, 'golput'-lah suara terbanyak pada pilkada-pilkada di Sumut sebelumnya.


Seorang pendukung ngebut di jalanan sempit dengan menggunakan mobil yang ditempeli stiker paslon yang didukungnya. Akibatnya masyarakat setempat ngomel-ngomel dan berpikir begitulah rata-rata sikap pendukung paslon tersebut. Ini pernah terjadi.

Satu lagi adalah perselisihan antar pendukung atau relawan. Memang tidak mungkin semua pendukung bisa sehati, tetapi perselisihan harus diredam sebisa mungkin.

Perselisihan sesama pendukung yang diumbar di media sosial akan mempermalukan kubu sendiri. Masyarakat bisa menyangka pendukung paslon tersebut beranggotakan orang-orang yang cepat marah yang mengakibatkan orang enggan bergabung.

Watak orang Sumut memang dikenal keras. Tetapi sesama pendukung harus mengingat apa yang menjadi tujuan utama bersama.

Yang terakhir adalah logistik yang tak sampai. Ini tidak usah ditutup-tutupin. Kalau dana operasional tidak ada maka biaya kampanye tentu tidak akan mencapai puluhan miliar.

Sekalipun relawan atau pendukung tidak minta gaji tetapi tidak sedikit juga yang butuh operasional sekedar makan ataupun bensin.

Sering terjadi dalam setiap kampanye dana operasional tidak tersalur dengan baik. Entah ada yang curang atau memang miskomunikasi.

Orang yang curang dalam sebuah tim sukses sebenarnya bukan benar-benar pendukung yang loyal. Ia hanya setia kepada uangnya.

Sikap-sikap negatif tersebut harus sangat diperhatikan oleh para pendukung Djarot-Sihar. Memang hal seperti ini sering terjadi dalam pilkada manapun. Namun sekalipun sering terjadi bukan berarti tidak bisa dicegah.

Jika satu tujuan hindarkan perselisihan.

Jika Sumut ingin perubahan, Djarot-Sihar harus dimenangkan.


Jangan Abaikan Yang Ini :

0 Response to "Ini Bisa Bikin Djarot-Sihar Kalah di Sumut"

Posting Komentar