loading...
Ini pertanyaan yang melingkar-lingkar di dalam benak saya dalam semingguan ini. Terutama kalau melihat postingan dan komentar-komentar netizen di media sosial, Twitter maupun Facebook. Seakan-akan yang namanya Tenaga Kerja Asing (TKA) itu sudah mengalir seperti banjir bandang dan ada di mana-mana. Padahal kalau ke kantor-kantor misalnya yang ada di kawasan Sudirman – Thamrin Jakarta, memangnya TKA sebanyak itu? Masih lebih banyak orang Indonesia kali. Apakah semua TKA dari Tiongkok (China)? Enggak juga kali, ada yang bule, ada yang dari Korea, Jepang, Singapura, Malaysia, dan juga Filipina. Bagaimana dengan yang di pabrik-pabrik? Silakan saja datangi kawasan industri di Pulogadung, Cibitung, Tangerang, Cikarang, dan banyak lagi. Masih lebih banyak pekerja Indonesia kok, puluhan bahkan ratusan bis antar – jemput karyawan itu isinya orang Indonesia semua. Kalau ada pabrik yang lebih suka mempekerjakan tenaga perempuan karena pekerjaannya membutuhkan kehalusan dan ketelitian, salahnya Presiden Jokowi juga gitu?
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun sudah menjelaskan tentang kasus di Sulawesi itu hanya bersifat sementara, “Memang ada kasus di Sulawesi tapi bersifat sementara karena ingin cepat kerja. Tapi secara umum akan memberikan manfaat investasi lapangan kerja dan juga kemajuan ini,” jelas JK dilansir detik.com. Kepala BKPM Thomas Lembong pun turut menjelaskan, "Perusahaan Tiongkok investasi puluhan triliun untuk membangun smelter. Saat membangun smelter, mereka membawa mesin-mesin dari negara mereka. Itu dirakit dengan panduan bahasa Mandarin. Jadi, wajar kalau mereka membawa teknisi untuk merakit mesin. Akan tetapi, pelan-pelan panduan itu diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Dengan terjemahan itu kita pakai tenaga lokal, asing dipulangkan," ujar Thomas, dilansir mediaindonesia.com. Penjelasan logis bukan? Apa bisa warga lokal setempat yang (maaf) kemampuan Bahasa Inggris pun terbatas, apalagi baca tulis Bahasa Mandarin yang luar biasa susah itu, bisa langsung mengoperasikan mesin tanpa dibantu dulu oleh yang orang aslinya dari Tiongkok?
Yang juga sangat disayangkan adalah, apabila ada yang protes di sana sini tentang Perpres nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA, namun tidak pernah membaca isi Perpres itu, apalagi melakukan perbandingan dengan Perpres tentang TKA sebelumnya dari era Presiden SBY. Kenapa? Pertama, hanya orang bodoh yang memprotes sebuah peraturan namun tidak pernah membaca isi peraturan yang dia protes itu, betul?
Kedua, Perpres nomor 20 tahun 2018 justru lebih ketat aturannya dibanding dengan yang sebelumnya. Ketua DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) pun sudah secara lugas mengatakan bahwa Perpres 20/2018 itu hanyalah untuk menyederhanakan proses kualifikasi dan seleksi TKA, sehingga belum ada urgensinya membentuk Pansus di DPR, seperti yang diinginkan oleh Fadli Zon (okezone.com). Dan saya sangat setuju dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa telah terjadi politisasi isu TKA terutama menjelang Pilpres 2019.
Mengapa begitu gampang termakan isu TKA? Alasannya apa? Padahal kalau melihat TKI yang menyerbu negara tetangga, itu jumlahnya jauh lebih besar dan tidak menjadi polemik di negara itu. Contoh, di Malaysia saja lebih dari 4 juta orang TKI di sana, apakah jadi polemik di Malaysia? Di China sendiri TKI jumlahnya sampai 900.000 orang. Sementara menurut data Kementrian Tenaga Kerja, TKA di Indonesia sampai akhir 2017 itu sekitar 85.974 orang, dan hanya sekitar 24.800 yang berasal dari China. Jadi seperti yang dikatakan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri, justru TKI yang menyerbu China, bukan TKA asal China yang membanjiri Indonesia. Dan kemudian data ini dinafikan oleh orang-orang yang memang pada dasarnya benci banget sama Jokowi ketimbang menggunakan nalarnya untuk mempercayai data. Alasannya? Biasanya akan bilang bahwa data dari pemerintah itu tidak bisa dipercaya. Dan kalau sudah terpojok karena tidak sanggup menyediakan data bandingannya, senjata mereka terakhir adalah menyebut kita ini “cebong”. Tepok jidat!
Coba saya tanya, buat yang masih ragu-ragu dengan Perpres 20/2018 ini namun masih malu-malu buat membacanya. Tahu nggak kalau di Perpres ini ada kewajiban perusahaan untuk melakukan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA? Tahu nggak kalau Perpres ini juga memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar peraturan TKA? Tahu nggak kalau di dalam Perpres ini ada biaya kompensasi yang dikenakan atas permohonan TKA untuk meningkatkan penerimaan negara? Tahu nggak kalau Perpres ini juga meminta data calon TKA yang lebih rinci termasuk ijazah dan kompetensinya? Tahu nggak di Perpres ini sudah dicantumkan pelarangan TKA menduduki jabatan personalia? Hal-hal macam ini yang berbeda dengan peraturan sebelumnya. Hal lainnya yang diatur adalah penyederhanaan perizinan dari segi efisiensi waktu dan dokumen. Mau baca isinya secara lengkap? Silakan lihat di link berikut ini : http://setkab.go.id/wp-content/uploads/2018/04/Perpres-TKA.pdf
Saya suka menduga-duga, kalau yang suka ribut dengan isu TKA dari China ini adalah orang-orang pengangguran atau yang memang secara kompetensi kurang sehingga susah mencari pekerjaan maupun jabatannya susah naik. Kalau kemampuan bahasa Inggrisnya kurang terus kalah bersaing dengan karyawan lain yang lebih muda dan lebih kompeten, masak menyalahkan Jokowi juga? Terus kalau sebuah jabatan itu mengharuskan latar belakang pendidikan S1 padahal dianya D3, itu pun salahnya Presiden Jokowi lagi?
Masih menganggap bahwa Perpres 20/2018 berkorelasi dengan serbuan TKA dari China? Jangan-jangan tiap kali ketemu dengan orang Cina dikiranya semua TKA, padahal bangsa sendiri, orang Jakarta, orang Medan, atau orang Dayak… Saking termakan isu sehingga tidak lagi bisa membedakan mana TKA dan mana yang WNI.
Menutup tulisan ini, saya mengutip perkataan Menaker Hanif Dhakiri yang sedikit curhat, dilansir kompas.com, “Aku harus bagaimana, dikasih datanya marah, dikasih penjelasan marah. Tapi, tidak semua lah, mungkin hanya sebagian saja yang bermain di medsos."Yang sabar ya, Pak Menteri…
(Sekian)
0 Response to "Segitu Bodohnya Kah Orang Indonesia Gampang Termakan Isu Serbuan TKA Dari China?"
Posting Komentar