loading...
Berawal dari cuitan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, ”Gerakan Ganti Presiden di 2019,”pada akhir Maret 2018 lalu, kini gerakan yang ia cetuskan tersebut menjadi semacam simbol perlawanan serta simbol penolakan terhadap Jokowi oleh sebagian masyarakat yang tidak senang dengan pemerintahan Jokowi saat ini. Oleh mereka yang tidak menghendaki Jokowi terpilih lagi menjadi presiden tahun 2019 nanti.
Gerakan #2019GantiPresiden, bukan lagi hanya sekedar gerakan di media sosial, namun telah beralih menjadi sebuah gerakan dalam bentuk kaos, mug, topi, dan berbagai pernak-pernik lainnya.
Berbagai pernak-pernik yang bertuliskan nama gerakan tersebut, secara bebas diperjualbelikan kepada masyarakat.
Di samping agar gerakan tersebut membumi, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu upaya untuk menggalang dana untuk persiapan pilpres tahun depan. Lewat kaos, mug, atau topi tersebut, mereka ingin menyampaikan pesan kepada para pembelinya bahwa dengan bergerak secara bersama-sama, Jokowi pasti bisa dikalahkan.
Ya, bermimpi sih tidak ada salahnya. Namanya juga mimpi, bisa jadi kenyataan dan bisa pula malah jadi buntung. Menurut saya, gerakan semacam itu sah-sah saja dilakukan di sebuah negara demokrasi seperti Indonesia. Selagi hal itu tidak menfitnah atau mencemooh seseorang, saya rasa tidak ada salahnya.
Gerakan ganti presiden di 2019 tersebut adalah antitesis dari gerakan yang sama yang dilakukan oleh para pendukung Jokowi: ”Gerakan Jokowi Dua Periode.”
Para pendukung Jokowi menghendaki Jokowi melanjutkan posisinya sebagai presiden untuk lima tahun kedua karena dianggap telah berhasil membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dengan berbagai kebijakannya.
Begitu pula masyarakat yang menganggap bahwa Jokowi telah gagal menyejahterakan rakyat Indonesia, yang menganggap Jokowi telah mengkhianati rakyat karena dianggap tidak mampu memenuhi janji-janji kampanyenya, yang menganggap Jokowi tidak mampu merangkul seluruh elemen masyarakat; membuat sebuah gerakan yang sama, gerakan menolak Jokowi sebagai presiden untuk kedua kalinya.
Tentang gerakan mana yang paling realistis, gerakan mana yang paling sesuai dengan keadaan Indonesia saat ini, gerakan mana yang benar-benar muncul dari hati nurani yang paling dalam, bukan karena hanya karena ego sektoral atau karena sakit hati yang tidak kunjung sembuh; rakyat Indonesia yang akan menentukannya di bilik-bilik suara pada Pilpres 2019.
Apakah presiden akan berganti, atau Jokowi yang akan kembali menjadi jawara.
Namun, berdasarkan berbagai hasil survei tentang tingkat elektabilitas capres 2019, yang telah dirilis, selalu menempatkan Jokowi sebagai pemuncak. Rilis dari lembaga survei Midian misalnya, Jokowi dipilih 35 persen responden, dan saingan terdekatnya, Prabowo hanya memperoleh 21,2 persen [1].
Begitu pula hasil survei lembagai survei yang lain, semuanya menempatkan Jokowi pada urutan teratas. SMRC, Jokowi 38,9 persen, Prabowo 10,5 persen; Polmark, Jokowi 41 persen, Prabowo 15,9 persen; Indo Barometer, Jokowi 34,9 persen, Prabowo 12,1 persen; Poltracking, Jokowi 51, 8 persen, Prabowo 27 persen; Populi Center, Jokowi 49, 4 persen, Prabowo 21,7 persen, dan Indikator, Jokowi 54,6 persen, Prabowo 24,8 persen [2].
Berdasarkan berbagai hasil survei tersebut, Jokowi unggul di semua lembaga survei. Dan bahkan, Jokowi berhasil meraup suara responden jauh di atas Prabowo. Jokowi rata-rata unggul dua kali lipat dari Prabowo.
Tetapi, mereka yang bukan pendukung Jokowi berdalih bahwa berbagai lembaga survei tersebut telah dibayar oleh Jokowi. Yah, itu hak mereka untuk mengatakan begitu. Namun yang pasti, Jokowi tidak pernah melakukan perbuatan jahat seperti yang mereka sangkakan.
Kita kembali lagi ke Gerakan #2019GantiPresiden tadi. Ternyata, Mardani Ali Sera, pencetus gerakan tersebut adalah pembenci Jokowi yang kerap menyampaikan tuduhan tidak berdasar kepadanya, baik lewat akun media sosialnya, maupun lewat berbagai media lainnya.
Lewat akun twitter-nya, Mardani pernah menyebut bahwa Jokowi sedang membangun istana pasir, yang kelihatannya indah namun mudah keropos. Dia juga membela MCA yang kerap menyebar hoax itu. Dia justru beranggapan bahwa MCA adalah pembela umat dan negara dengan berbagai konten-konten positifnya yang menangkal penyebaran hoax. Dia juga mempertanyakan aggaran yang cukup besar untuk Papua [3].
Aneh bukan? Pemikirannya terbalik-balik. Seperti grup musik Peter Pan (Noah) dalam lirik lagunya menyebut, ”…kaki di kepala, kepala di kaki…”
Tipe politisi seperti Mardani Ali Sera mau dipercaya? Yang menyebar fitnah dan kebencian lewat akun media sosialnya? Jadi sangat wajar rasanya , jika saya beranggapan bahwa gerakan yang digagasnya itu hanyalah sebuah gagasan yang didasari kekesalan, kebencian, serta kemunafikan yang memenuhi isi kepalanya.
Dengan Gerakan Ganti Presiden di 2019, lalu siapa calon presiden yang mereka kehendaki untuk menggantikan Jokowi? Ada beberapa nama calon yang mereka sebut.
Sebutlah Gatot Nurmantyo, Tuan Guru Bajang (TGB), Hidayat Nur Wahid, Ahmad Heryawan, Anies Baswedan, dan yang terakhir Prabowo Subianto.
Namun, dari seluruh nama tersebut, pilihan mereka mengerucut pada satu nama, Prabowo Subianto. Ketokohan, popularitas, serta tingkat elektabilitas Prabowo yang jauh lebih tinggi dari sejumlah nama yang mereka usulkan tersebut, menjadi alasan utama bagi mereka untuk mengusung Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Ia dianggap sebagai sosok yang paling berpeluang mengalahkan Jokowi pada Pilpres nanti.
Dan ternyata, Prabowo, calon presiden yang mereka eluk-elukkan itu, hingga kini masih belum memutuskan apakah akan maju atau tidak sebagai capres tahun depan. Berbagai alasan dilontarkan oleh mantan menantu penguasa orde baru itu. Mulai dari belum memiliki tiket, masih melihat perkembangan di masyarakat, hingga masalah umur dan kesehatan.
Kita tidak tahu pasti, apa alasan sebenarnya seorang Prabowo sehingga ia nampaknya begitu ragu untuk kembali bertarung tahun depan. Apakah memang karena masalah tiket? Atau masalah kesehatan atau umur?
Atau mungkin karena masalah ketidakcukupan logistik sebagaimana disebutkan adiknya, Hashim Djojohadikusumo, beberapa waktu lalu? Atau, mungkinkah Prabowo lebih ingin menempatkan dirinya sebagai seorang king maker pada Pilpres nanti sebagaimana disampaikan oleh Desmond Junaidi Mahesa, Ketua DPP Partai Gerindra, kepada para pewarta tadi siang di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta?
Sekali lagi, hanya Prabowo sendiri yang dapat memberikan jawaban paling pasti tentang berbagai pertanyaan tersebut. Namun pernyataan Desmond bahwa Prabowo bisa jadi tidak maju menjadi calon presiden di Pemilu 2019, mungkin saja ada benarnya.
Prabowo beserta seluruh kader terbaiknya mungkin telah mempertimbangkan serta menghitung baik-baik seberapa besar peluang mereka untuk dapat menang pada kontestasi lima tahunan tahun depan. Karena Prabowo sekarang, bukan lagi layaknya Prabowo yang begitu ambisius yang kita lihat pada tahun 2014 lalu.
Jadi, Mardani Ali Sera beserta para pengikutnya dengan Gerakan #2019GantiPresiden-nya itu, yang berharap besar kepada seorang Prabowo Subianto untuk menggantikan Jokowi sebagai presiden tahun 2019 nanti, mungkin akan menuai kekecewaan yang mendalam. Gerakan itu akan segera layu sebelum berkembang.
Karena ternyata, Prabowo tidak sepakat dengan gerakan itu. Ia tidak siap memenuhi mimpi mereka. Prabowo mungkin menyadari bahwa jadi presiden itu berat. Biarlah Jokowi yang melanjutkannya.
0 Response to "NAH LOOO !!! Ternyata, Prabowo "Tidak Sepakat" dengan Gerakan #2019GantiPresiden"
Posting Komentar