Keberpihakan Setengah Hati: PKL Tanah Abang Disayang, Sopir Angkot Demo. Anies-Sandi Pusing, Gak?

loading...





Kita kembali ke Tanah Abang lagi. Pusat grosir pakaian terbesar se-Asia Tenggara ini selalu menjadi objek pemberitaan, bukan karena tempatnya, tapi karena kesemrawutan dan kemacetan yang ditimbulkannya. PKL berjualan di trotoar sehingga membuat pejalan kaki terpaksa berjalan di badan jalan. Akibatnya mobil dan sepeda motor sulit melewati. Macet pun tak terhindarkan. Dulu sebelum ditata oleh Pak Ahok, teman saya sampai kapok kalau belanja di sana. Sekadar lewat saja sudah bikin gentar.

Tapi Ahok yang terkenal tegas, setidaknya berhasil menertibkan kawasan tersebut sehingga tidak macet lagi. Tapi namanya juga mental sebagian warga yang tak takut aturan, begitu Ahok tak menjabat lagi, kebiasaan lama pun muncul. Apalagi tahu Anies yang jadi gubernurnya, mana ada yang takut. Hajar terus, jualan aja gak perlu takut kena razia dan barang dagangan disita.


Akhirnya Anies-Sandi berhasil menata Tanah Abang, tapi dengan cara yang menurut saya murahan, terlihat sekali kalau tidak berani tegas. Tamengnya adalah keberpihakan. PKL yang selama ini berjualan di trotoar dipindahkan ke jalan lain. Jalan ditutup dari pagi hingga sore. Sebuah solusi yang antimainstream, melanggar aturan. Hak pengguna jalan dirampas tak boleh lewat dan harus mengalah pada PKL binaan duo Jakarta ini.

Sejak kecil kita belajar kalau jalan itu untuk dilalui kendaraan. Mungkin nanti harus dibuat buku teks pelajaran sekolah khusus di Jakarta kalau jalan adalah milik PKL. Kalau sudah dipakai PKL berjualan, pengguna jalan harus patuh dan mengalah. Hahahaha, lucu.

Namanya juga kebijakan aneh, pasti banyak efek sampingnya. Dulu pengusaha ekspedisi di jalan Jatibaru Raya yang tertutup protes karena omzet menurun akibat kendaraan tak bisa masuk dan bongkar muat. Sekarang giliran sopir angkot yang demo di Balai Kota dan gedung DPRD.

Para sopir ini protes dengan kebijakan Anies soal penataan Tanah Abang. Mereka menuntut dikembalikannya fungsi jalanan di kawasan Tanah Abang yang kini lebih banyak digunakan untuk pedagang. Seperti dilansir tribunnews, supir angkot mengakui kalau pendapatan mereka menurun drastis. Bahkan turun sampai 50% setiap harinya. "Penurunan 50% biasanya Rp 150-200 ribu jadi Rp 75 ribu sehari. Itu kalau ramai, kalau keadaan sepi, boro-boro untuk rumah, setoran aja gak ketutup," kata salah satu sopir.

Bahkan mereka akan terus melakukan aksi, jika Jalan Jatibaru Raya tidak dibuka kembali. Seperti diberitakan Kompas.com, sopir angkot, khususnya trayek M08 tidak akan beroperasi selama jalan tersebut ditutup untuk PKL Tanah Abang. Jika tak ada kesepakatan maka mereka akan terus mogok.

Inikah yang dinamakan keberpihakan? Benar sih keberpihakan, tapi ini namanya keberpihakan nanggung, setengah hati dan tidak total. Mengapa saya katakan demikian?


Coba lihat, Anies beri tempat PKL berjualan di jalanan. Katanya keberpihakan kepada PKL. Tapi Anies-Sandi mikir gak bagaimana dengan pengguna jalan, pengusaha yang berada di jalan Jatibaru Raya yang jalannya ditutup, dan sopir angkot yang merasa dirugikan karena jalurnya berubah?

Berpihak pada PKL, tapi tidak berpihak pada yang lain. Ini kalau dalam Biologi, namanya simbiosis parasitisme, yang mana satu pihak diuntungkan, pihak lainnya dirugikan. Keberpihakan macam apa itu? Jangan mengada-ada deh. Justru yang paling hebat adalah bisa keberpihakan pada semua, tanpa melanggar aturan. Itu baru mantap.


Kalau cuma pindahin ke jalanan, siapa pun juga bisa. Kebetulan Anies-Sandi agak berani melanggar aturan sehingga jalanan dijadikan tempat jualan. Tapi kita semua tahu kok, kenapa mereka bikin kebijakan seperti ini.

Coba pikir, itu PKL yang jualan di trotoar kalau tidak direlokasi mau ditaruh ke mana? Kalau Ahok mah langsung sikat habis, langsung tertibkan. Anies-Sandi? Keberanian mereka cuma sepersekian persen dari keberanian Ahok. Beda jauh.

Ahok berani karena menegakkan aturan, jadi siapa pun yang seenaknya melanggar aturan akan ditertibkan.

Anies-Sandi terbalik. Menertibkan dengan cara melanggar aturan. Kita sudah tahu kok kalau mereka takkan berani seperti Ahok. Dulu pas kampanye mereka takkan menggusur, tapi membina dan menata. Kalau kita lihat sih mereka tak mau menertibkan seperti cara Ahok, yang pastinya bakal bentrok dan ribut dengan banyak kepentingan. Dulu Ahok tidak peduli meski diprotes dan dikecam sana-sini dan mendapat perlawanan. Lanjut terus karena tegakkan aturan.

Anies-Sandi berani? Kalau pun mereka mau, pasti takkan berani. Maka dari itu muncullah istilah keberpihakan, yang mana pihak lain dikorbankan. Sekarang korban protes dan ngamuk. Sekarang jadi pusing, kan? Yah mau gimana lagi. Saya aja pusing.

Bagaimana menurut Anda?


0 Response to "Keberpihakan Setengah Hati: PKL Tanah Abang Disayang, Sopir Angkot Demo. Anies-Sandi Pusing, Gak?"

Posting Komentar